HomeCEBIZONE

Tapera: Mengapa Banyak Ditolak oleh Masyarakat?

XYZonemedia.com - Keputusan pemerintah untuk memotong gaji semua karyawan setiap bulan demi tabungan perumahan (Tapera) diprotes dan telah memicu

Ekonomi Global Meredup di 2024, Kenapa?
Misteri Logo Starbucks: Apakah Benar Ada Kekuatan Mistis di Baliknya?
Kebangkitan dan Kejatuhan Miliarder Tiongkok di Bawah Kepemimpinan Xi Jinping

Tapera Diprotes Banyak Kalangan

XYZonemedia.com – Keputusan pemerintah untuk memotong gaji semua karyawan setiap bulan demi tabungan perumahan (Tapera) diprotes dan telah memicu gelombang penolakan di berbagai kalangan. Kebijakan ini dianggap merugikan banyak pihak. Mengapa Tapera menuai banyak kritik?

Tujuan utama dari Tapera sebenarnya mulia, yaitu agar masyarakat dapat memiliki rumah sendiri. Namun, masalah muncul karena banyak orang tidak bisa menyisihkan uang untuk menabung, sehingga pemerintah merasa perlu memotong gaji mereka secara langsung. Uang yang terkumpul akan dikelola atas nama karyawan.

Namun, penolakan muncul karena informasi yang disampaikan kepada masyarakat tidak jelas. Yang beredar hanya berita tentang pemotongan gaji tanpa penjelasan lebih lanjut. Siapa yang tidak marah mendengar gaji mereka dipotong tanpa tahu tujuannya? Ini adalah masalah komunikasi yang serius, tetapi bukan satu-satunya masalah.

Baca juga : Pejabat Eropa Murka! Aplikasi Pengganti WhatsApp Picu Kontroversi

Masalah bagi Pemilik Rumah dan KPR

Dana dari Tapera ditujukan untuk pembelian rumah pertama atau renovasi. Tapi bagaimana dengan mereka yang sudah punya rumah dan sedang menabung untuk membeli rumah kedua, misalnya untuk anak-anak mereka? Atau mereka yang tidak tertarik membeli rumah karena sudah memiliki rumah warisan dan hanya ingin merenovasi? Apakah ada urgensi untuk memotong gaji setiap bulan hanya untuk mengecat rumah?

Lebih jauh lagi, bagaimana nasib mereka yang sedang berjuang membayar cicilan KPR? Orang-orang ini seharusnya dibebaskan dari Tapera karena sudah memiliki rumah dan akan sangat memberatkan jika harus membayar Tapera setiap bulan juga. Tapera seharusnya ditujukan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah. Mengapa pendapatan di atas MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) 7-8 juta juga harus dipotong?

Baca juga : Popularitas Tinggi Dilirik Banyak Parpol, Raffi Ahmad Berpotensi Maju Pilgub DKI Jakarta

Persoalan Penggunaan Dana dan Proses Pencairan

Dana Tapera baru bisa dicairkan saat pensiun, meninggal dunia, atau menganggur selama lima tahun. Ini tidak berbeda jauh dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Sayangnya, pensiunan harus repot mengurus pencairan Tapera. Selain itu, regulasi menyebutkan bahwa dana ini bisa digunakan untuk pengajuan kredit bank atau lembaga pembiayaan.

Bagaimana dengan mereka yang ingin membeli rumah secara tunai atau tidak ingin berurusan dengan bank?

Ada kesan bahwa pemerintah tidak seharusnya menyerahkan urusan ini kepada bank, mengingat bank adalah institusi komersial yang mencari keuntungan.

Jika kredit macet, siap-siaplah untuk ditolak oleh bank dan pengajuan pendanaan. Selain itu, ada prioritas jika kebutuhan akan rumah dianggap tidak mendesak atau jika Anda menunggak setoran dana Tapera, Anda mungkin tidak diprioritaskan dan harus antre.

Tidak Adil dan Berat

Pekerja menolak Tapera karena mereka harus membayar iuran sebesar 2,5% dari penghasilan mereka, yang dianggap terlalu banyak.

Mereka juga mengatakan bahwa gaji mereka sudah dipotong sebelumnya untuk pajak dan BPJS, sehingga mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Tapera juga dikritik karena tidak efektif sebagai tabungan perumahan rakyat, mengingat butuh waktu yang sangat lama untuk mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli rumah.

Baca juga : ISPE 2024: Menuju Pengadaan Berkelanjutan yang Lebih Baik

Tidak Berpartisipasi dalam Keputusan

Pekerja merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan PP Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Tapera. Mereka merasa tidak memiliki suara dalam keputusan yang mempengaruhi mereka, sehingga banyak yang merasa kebijakan ini tidak adil.

Keterlambatan dan Keterlibatan

Pengusaha juga menolak Tapera karena mereka harus membayar iuran sebesar 0,5% dari penghasilan mereka.

Mereka mengatakan bahwa pemerintah tidak berdiskusi dengan para stakeholder sebelum memutuskan Tapera, sehingga mereka tidak memiliki kejelasan tentang kebijakan ini.

Wakil Ketua Umum Bidang Agraria Tata Ruang dan Kawasan Industri KADIN Indonesia, Sanny Iskandar, menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan diskusi dengan para pemangku kepentingan sebelum memutuskan kebijakan ini, dan Tapera belum memiliki kejelasan yang memadai.

Salah satu akun X @ribkadel mengatakan bahwa pekerja yang memiliki gaji Rp10 juta akan kehilangan Rp750 ribu per bulan karena pajak, BPJS, dan Tapera, sehingga mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk digunakan sehari-hari.

@ribkadel juga menyebut bahwa pekerja harus membayar iuran Tapera sebesar 2,5% dari penghasilan mereka, yang menurutnya terlalu banyak.

Sedangkan akun X lain @ffikriawan menyebut Tapera sebagai “sebenernya tambahan pengeluaran rakyat” dan menolak rencana pemerintah yang akan memotong gaji pekerja sebesar 3 persen.***

COMMENTS

WORDPRESS: 0