HomeCEBIZONE

Ray-Ban: Dari Ambang Kebangkrutan hingga Sukses dengan Inovasi AI

XYZonemedia.com - Pada tahun 1999, Ray-Ban hampir bangkrut akibat kesalahan strategi dan lambat berinovasi, namun pada tahun 2020, mereka berhasil

Harga Beras Diprediksi Naik, Penyaluran Bansos Beras Hingga Desember 2024
Indonesia Sustainable Procurement Expo 2024: Mendorong Keberlanjutan dengan Pengadaan Berkelanjutan
Boeing Meminta Maaf kepada Keluarga Korban Kecelakaan Pesawat

Ilustrasi Kacamata Ray-Ban

XYZonemedia.com – Pada tahun 1999, Ray-Ban hampir bangkrut akibat kesalahan strategi dan lambat berinovasi, namun pada tahun 2020, mereka berhasil mencatat keuntungan sebesar 498 triliun rupiah berkat strategi reposisi dan inovasi teknologi yang brilian.

Sejarah dan Krisis Besar Tahun 1999

Ray-Ban, merek kacamata asal Amerika yang didirikan pada tahun 1937 oleh Bausch & Lomb, awalnya dikenal sebagai brand kaca mata klasik, premium, dan berkualitas. Namun, kejayaan Ray-Ban tidak berlangsung lama.

Pada tahun 1999, perusahaan ini menghadapi krisis besar akibat penurunan penjualan yang drastis. Pesaing baru seperti Oakley muncul dengan model yang lebih up-to-date dan harga lebih murah, membuat brand kacamata itu kehilangan pasar. Selain itu, keputusan untuk memperluas distribusi penjualan ke supermarket justru merusak citra eksklusif Ray-Ban.

Baca juga : Gawat, Tiko Aryawardhana, Suami Baru BCL Dilaporkan Dugaan Penggelapan Dana Sebesar Rp6,9 Miliar

Akuisisi oleh Luxottica dan Titik Balik

Hampir bangkrut, Ray-Ban terpaksa mengajukan perlindungan kebangkrutan. Untungnya, perusahaan ini diselamatkan oleh Luxottica yang membeli brand tersebut seharga $640 juta atau sekitar 10 triliun rupiah.

Akuisisi ini menjadi titik balik krusial yang menghidupkan kembali brand legendaris ini. Luxottica menerapkan strategi reposisi besar-besaran, termasuk menghentikan penjualan di supermarket dan fokus pada toko-toko premium serta optik khusus.

Strategi Reposisi dan Keberhasilan

Setelah diambil alih oleh Luxottica, brand itu fokus kembali pada kualitas produk dan desain klasik. Model ikonik seperti Aviator dan Wayfarer diberi sentuhan modern tanpa menghilangkan karakter aslinya. Langkah ini berhasil mengembalikan kepercayaan konsumen dan meningkatkan penjualan. Penjualan Ray-Ban meningkat dari $350 juta pada tahun 2000 menjadi lebih dari $2 miliar pada tahun 2015. Bahkan, menurut data dari Forbes, nilai brand Ray-Ban melonjak menjadi $3,1 miliar atau sekitar 498 triliun rupiah pada tahun 2020.

Baca juga : Dito Ariotedjo Pastikan Pemain Naturalisasi Calvin Verdonk Siap Bertanding Lawan Filipina

Inovasi Terbaru: Kacamata Pintar Berteknologi AI

Belajar dari kesalahan masa lalu yang lambat beradaptasi, Brand yang dulu terkenal dengan kacamata para pilot itu pada akhir tahun 2023 meluncurkan kacamata pintar berteknologi AI hasil kolaborasi dengan Meta (sebelumnya Facebook).

Produk ini menawarkan berbagai fitur canggih seperti pengambilan foto dan video dengan perintah suara, pemutaran musik, penerimaan panggilan telepon, dan pencarian informasi tentang objek yang dilihat melalui perintah suara. Kacamata pintar ini juga bisa terhubung langsung dengan aplikasi media sosial untuk berbagi konten secara instan.

Dampak Positif dari Strategi dan Inovasi

Strategi reposisi dan inovasi teknologi yang dilakukan oleh Ray-Ban dan Luxottica terbukti sukses mengembalikan kejayaan brand ini.

Mereka berhasil mengatasi krisis besar dan kembali menjadi salah satu pemain utama di industri kacamata global. Dengan terus berinovasi, Ray-Ban mampu menarik minat konsumen baru dan mempertahankan loyalitas pelanggan lama.

Inovasi kacamata pintar berteknologi AI menjadi bukti nyata bahwa Ray-Ban tidak hanya belajar dari masa lalu tetapi juga siap menghadapi tantangan masa depan. ***

COMMENTS

WORDPRESS: 0